Tugas tentang EfSD

Education For Sustainable Development

    Konsep EfSD ini lahir didasari oleh kondisi dunia yang sepertinya genting/chaos, yang mana dipelopori oleh Dr. Hans J. A. Van Ginkel, mantan rektor United Nations (UN) University dan Staf Ahli Sekjen UN. Bagaimana tidak, Kelaparan melanda dimana-mana. Peperangan terjadi juga dimana-mana. Bencana juga terjadi dimana-mana. Pokoknya sering terjadi ketidakseimbangan alam. Lalu berimbas pada rendahnya mutu hidup, terus berimbas pada turunya mutu pendidikan.

   Konsepnya bahwa EfSD berpilar pada ekonomi, lingkungan dan sosial. Lingkungan mempengaruhi ekonomi dan sosial, sosial mempengaruhi ekonomi, ekonomi sendiri jelas mempengaruhi sosial. Jadi sesuatu yang saling berinteraksi, saling ketergantungan, saling mempengaruhi, saling bersinergi. Lantas bagaimana diterapkan pada pendidikan?

   Nah ini yang sulit dipahami. Mungkin setiap  orang akan mempunyai persepsi dan pendapat yang berbeda-beda. Tapi biarlah. Namanya juga adopsi dari staf ahli Sekjen PBB.  Jadi akan tergantung pada tingkat kematangan hidup dan ilmu seseorang masing-masing.  

    Konsep EfSD itu sebetulnya sudah kita jalankan sejak dulu yaitu lewat TEPA SALIRA. PERILAKU kita dulu adalah memegang teguh prinsip tepa salira. Artinya kita bisa menepak diri sendiri. Kita bisa mengaca pada diri sendiri. Misal, Kalau dicubit itu sakit maka jangan mencubit. Kalau dipukul sakit maka jangan memukul.

    Nah EfSD ini dikatakan penerapan pendidikan yang TEPA SALIRA. Artinya menjunjung tinggi BUDI PEKERTI. Kalau kita bisa berlaku baik terhadap lingkungan sekitar maka kita juga akan diberi kebaikan oleh lingkungan. Kalau sudah mempunyai ekonomi yang baik, maka harus memperhatikan lingkungan sekitar, artinya jiwa sosial jangan ditinggalkan. Maka jika manusia bisa menerapkan tepa salira tidak akan terjadi ketidakseimbangan yang mengguncangkan dunia. Boleh memanfaatkan alam asal jangan dikuras habis. Sah-sah saja menjadi orang kaya, asal ingat yang belum kaya. Semua itu harus dijaga dengan sistem TEPA SALIRA agar kehidupan damai dan teratur tetap terwujud.

   Sementara itu, peran orang tua yang pandai dan paham aturan kehidupan sangat dibutuhkan. Jika dikaitkan dengan konsep EfSD, maka peran orang tua yang santun, pandai dan bersahaja dianggap sebagai pendamping kegiatan/kehidupan. Coba kalau tidak ada pendamping, maka orang muda akan semena-semena terhadap kombinasi ekonomi, lingkungan dan sosial.

     Maka, marilah kita senantiasa bertanya kepada yang lebih tua, bagaimana hidup yang berbudi pekerti luhur, Bisa tepa salira serta tanggap terhadap gejala alam sekitar  untuk tetap berada dalam hidup yang damai, sejahtera dan beradab. Akhirnya konsep Pendidikan untuk Pengembangan Berkelanjutan adalah praktek kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia umumnya.


sumber:http://arriis.wordpress.com/2011/05/20/pendidikan-untuk-pengembangan-berkelanjutan-tepa-salira/